Merelakanmu, Tidak Semudah Itu

Sumber pic masih langganan dari Pexels terus saya edit lagi sesuka hati

Ruang tamu

Postingan ini dikirim oleh:

Ginta Conan

Belajar menjadi jomblo yang tawakal, jomblo magang

Ikhlas mungkin kalimat yang sering terlontar dari beberapa sahabat yang sekedar ingin menghibur dan menenangkan hati ini. Namun tidak semudah itu menganggukan kepala untuk setuju karena hati mengaku ikhlas namun tak rela.

Kenangan bertumpang tindih dengan hari ini, yang manis, pahit sudah tercampur aduk. Untuk selintas tidak mengingat saja sangat sulit apa lagi sampai harus lupa.

Mungkin bagimu begitu mudah, tapi disini saya benar-benar tersiksa. Meskipun kamu bilang saya pasti bisa merelakanmu, tapi tidak semudah itu bagi saya.

Jangan Lupa Baca Juga : Bertahan Karena Jarak Itu Hanya Omong Kosong

Merelakanmu tidak semudah mencintamu

Jika merelakanmu semudah mencintaimu mungkin hari ini saya sudah mendapatkan penggantimu. Tapi nyatanya itu bukan sesuatu yang mudah, sangat sulit hati ini terbuka kembali.

Mungkin ini yang di katakan orang-orang itu soal mati rasa. Seperti luka yang di suntikkan obat bius, seperti itulah ibaratnya.

Sesekali terbesit wajahmu ketika melewati tempat kita dulu sering menghabiskan waktu. Yang membuat itu semakin lengkap adalah pertanyaan dari orang-orang terdekat bahkan sahabat yang tidak mengetahui apa yang terjadi.

Saya hanya bisa menjawab dengan senyum tipis di wajah dan sedikit kerut di dahi, tidak tau apa yang harus saya jawab. Saya harap mereka tau maksud dari mimik wajah saya itu.

Kalimat motivasi tidaklah cukup untuk membuat diri ini tegar

Setiap hari saya mencoba membaca barisan kata dan kalimat motivasi untuk sekedar meyakinkan diri dan tegar menerima kenyataan.

Tapi itu hal itu tidak begitu berpengaruh, yang ada malah saya terlihat seperti orang yang sedang putus asa berharap dari kalimat-kalimat itu.

Bukan hanya sekedar membaca, tetapi saya mendengar kalimat-kalimat intermezo itu dari beberapa sahabat dekat.

Yang tidak lain pernah mengalami apa yang saya alami hari ini. Bahkan mereka sebelum bisa move seperti hari ini, jauh lebih parah dari saya.

Tapi lagi-lagi kalimat yang terlontar dari bibir mereka seakan mute, tidak terdengar sama sekali.

Kadang merasa seperti pinokio

Saya kadang harus berbohong kepada diri sendiri jika saya sudah merelakanmu, dan itu benar-benar dusta yang saya lakukan kepada diri saya sendiri.

Berbohong untuk meyakinkan diri ini, karena ikhlas itu memang sulit saya dapatkan. Saya harus berpura-pura merelakanmu dan merasa seperti pinokio yang membohongi kakeknya.

Untung saja hidung ini tidak ikut panjang, jika itu terjadi mungkin akan terlihat jika saya pura-pura tegar dan bijak saat kamu bertanya apa kabar dan apakah saya sudah bisa move dari kamu.

Mungkinkah kamu juga berbohong ketika kamu bilang tidak bahagia dengan pilihanmu sekarang. Saya yakin itu hanya sekedar kalimat semangat agar saya ternsenyum saja.

Meski sulit, saya harus bisa bergerak

Perlahan saya bergerak untuk merelakanmu bukan melupakan. Karena untuk melupakan itu tidak akan mudah.

Mungkin harus menunggu amnesia baru bisa lupa, jika untuk tidak mengingatmu mungkin bisa. Karena saya akan mengisi ingatan dengan sesuatu yang baru, yang layak untuk saya ingat sebagai bentuk perlawanan terhadap hati yang masih berharap kamu.

Mungkin tidak mudah seperti kata-kata yang keluar dari mulut seorang motivator, tapi saya yakin perlahan bisa merelakanmu. Iya.. perlahan saya akan bergerak dari masa lalumu.

Masa lalu yang membuat hati ini terkunci, yang membuat hidung ini memanjang seperti pinokio.

***

Disana mungkin kamu tersenyum dan hari ini pun saya sudah bisa ternsenyum setelah mengalahkan hati yang terus memberontak.

Saya yakinkan kepada hati jika waktu sudah berubah dan harus menerima sesuatu yang baru tanpa rasa sakit menyelimuti.