Darimu Aku Belajar Bahwa Cinta Tidak Harus Memiliki

Kali ini gambar dari Pexels, yg gratis tapi legal terus di edit sesuka hati

Ketika mendengar kata cinta, setiap orang pasti berfikir tentang sebuah kebahagiaan, keharmonisan. Pokoknya yang indah-indah, jauh dari bayangan dan pemikiran yang negatif. Ketika sesuatu di jalankan dengan rasa cinta pasti terdapat keiklasan.

Cinta itu tidak pernah lepas dari yang namanya suatu hubungan, apa lagi untuk anak muda yang sedang kasmaran. Cinta itu kadang membutakan, rela melakukan apapun demi sebuah kata cinta.

Cinta memang tak pernah terpisahkan dari kehidupan kita, karena cinta memang tidak berfokus tentang pasangan. Tapi bisa mencakup lebih luas lagi.

Bicara tentang cinta seperti ini, jadi teringat perkataan seorang teman yang bilang “Cinta itu tidak harus memiliki, cinta itu sebuah ketulusan dan keiklasan. Tapi bukan berarti tidak ada pengharapan dalam hati.”

Ada benarnya apa yang dikatakan sahabat saya itu, cinta memang tidak harus memiliki tapi saya rasa lebih tepatnya si memang bukan jodoh juga. Kalau Tuhan bilang doi sama dia, terus kita bisa apa?.

Fikiran kembali ke belakang mengingat sebuah cinta yang sempat singgah, namun  tak sempat dimiliki lalu pergi meninggalkan sedikit jejak yang perlahan jg mulai pudar. Hujan menghapus semuanya. Entahlah, jadi seperti lagu.

Jangan Lupa Baca juga : Ketika Kata Cinta Saja Tidak Cukup

Kadang cinta itu membuat idiot dan mematikan logika sesaat

Cinta itu kadang memaksa, memaksa yang tidak pasti menjadi pasti. Mengharuskan yang semestinya tidak harus.

Hari itu rasanya otak dan hati itu sudah bertolak belakang, tidak ada sinkron lagi. Hati tertutup oleh sebuah cinta yang pada akhirnya berujung kecewa.

Mungkin karena harapan yang terlalu besar namun realita menepis semua ekspetasi. Hmmm rasanya seperti di gulung ombak berkali-kali.

Melakukan berbagai banyak cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan, hal-hal bodohpun rela dilakukan.

Tapi itu sia-sia belaka, cinta itu memang tidak bisa dipaksakan, dia hanya akan memberikan kebahagiaan pada orang yang dicintainya.

Dari sana saya belajar, cinta itu mengalir dengan adanya tanpa unsur ancaman atau paksaan. Namun cinta bisa di tumbuhkan, asal tau cara mengambil hatinya.

“Kalau ingin menangkap hatinya, maka mintalah kepada sang pemilik hati itu. Bukan kepada orang yang sedang di amanahi hati itu”

Tidak harus memiliki atau memang tidak bisa memiliki

Setiap kegagalan dan patah hati saya akan bicara “cinta memang tidak harus memiliki”, tetapi berbeda ketika sedang di miliki. Bicara seolah menentang kalau cinta itu tidak harus memiliki tapi memang harus memiliki.

Karena di balik cinta ada keinginan untuk memiliki. Ya, memang begitu. Ada harapan untuk memiliki, bahkan di setiap baris doa selalu terselip “Ya Allah, kayaknya yang itu saya suka. Jadiin sama dia deh. Kalo memang bukan, tolong ya Allah” sedikit maksa.

Namun ketika dekat, lidah kelu untuk berucap. Ada rasa ragu dan rasa tak menentu. Saya rasa ini bukan cinta yang sebenarnya. Hanya perasaan kagum kepada mahluk ciptaan-NYA.

Pada akhirnya cinta itu tidak bisa dimiliki bukan tidak harus. Perlahan hati terasa jauh, keinginan memilikipun pudar.

Cinta itupun perlahan mulai hilang, menjauh lalu pergi. Sisa-sisa jejaknya saja yang masih tertinggal.

Kalau untuk dilupakan itu tidak mungkin, karena memory di kepala masih normal untuk mengingat sesuatu.

Mengiklaskan sepertinya kata yang cocok dari pada melupakan. Sembari belajar iklas dan menerima kenyataan.

“Hatilah yang menetukan pilihan kita, maka mintalah kepada sang pemilik hatinya yaitu Allah SWT. Yaa Muqallibal Quluub, wahai yang membolak balikan hati, balikanlah hati dia agar mencintai saya.”

***

Jangan lupa baca juga : Selain Sebuah Janji, Cinta Hanyalah Sebuah Omong Kosong

Darimu Saya belajar, cinta itu memang tidak harus memiliki. Darimu juga saya belajar cinta itu kadang memang tidak bisa dimiliki, karena semua soal hati.

Belajar iklas untuk yang pergi namun belum sempat dimiliki, mungkin Tuhan punya rencana yang lain. Yang pastinya penuh dengan kejutan yang indah.